Sekarang ini terjadi mismacth antara peluang dan lulusan kerja. Akibatnya banyak lulusan sekolah atau perguruan tinggi tidak mampu terserap di dunia kerja di dalam negeri. Berkarir atau bekerja di luar negeri menjadi pilihan yang menarik untuk memperbaiki nasib. Selain mendapatkan uang atau gaji berkali lipat juga pengalaman interaksi global.
“Peluang kerja ke luar negeri sangat terbuka. Selain gaji yang sangat tinggi juga mendapat pengalaman untuk interaksi secara global,” kata Direktur Penempatan Nonpemerintah Kawasan Eropa Dan Timur Tengah Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Sukarman saat melakukan sosialisasi di Universitas Safin Pati, Jum’at (3/11/2023).
Ia menyebutkan bahwa sejumlah negera seperti Jepang, Korea (Korsel), Arab Saudi, Jerman membuka lebar kesempatan bagi pekerja migran asal Indonesia. Untuk di Korea dibutuhkan untuk manufakturing dan Fishery (perikanan).
“Setiap Minggu sekitar 300 pekerja migran asal Indonesia diberangkatkan ke Korea. Sampai waiting list. Untuk saat ini penempatan dengan skema government to government (g to g),” ungkap Pria kelahiran Pati itu.
Di Arab Saudi, Sukarman mengungkapkan peluang tenaga migran Indonesia untuk bekerja disini terbilang besar. Namun, untuk saat ini Arab Saudi saat ini masih proses moratorium untuk pekerja asal Indonesia.
“Selain bekerja dan mendapatkan gaji tinggi ketika di Arab Saudi dapat kesempatan untuk bisa umroh dan haji bagi pekerja asal Indonesia,” tuturnya.
Untuk Jepang, lanjut Sukarman kesempatan terbuka lebar untuk lulusan perguruan tinggi dapat berkarir di sana. Khususnya bagi mereka yang memiliki skill tertentu. Seperti perawat, ners dan industri manufaktur.
“Untuk yang perawat dan ners selain memiliki skill dan sertifikat kompetensi diperlukan kemampuan bahasa. Syarat utama untuk bisa kerja ke luar negeri harus mampu bahasa asing,” jelasnya.
Sukarman menambahkan, bagi pekerja migran harus dipastikan ada kontrak kerja, mempunyai kerja, perusahaan kredibel dengan cara dicek melalui KBRI agar terverifikasi.
“Sayarat sebagai pekerja migran; usia 18 tahun, punya paspor dan bahasa internasional, kompetensi, sehat jasmani dan rohani,” tukasnya.
Berdasarkan data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia pekerja migran yang bekerja di luar negeri mengalami penurunan saat pandemi Covid-19. Sebelum Covid yaitu di 2019 jumlah pekerja migran sekitar 277 ribu. Kemudian di 2022 naik lagi pasca pandemi yaitu sebanyak 200 rb-an. Data terakhir per September 2023 sebesar 120 RB pekerja migran Indonesia.
Sementara itu, Rektor Universitas Safin Pati Dr. Murtono, M.Pd., menyambut baik adanya kesempatan untuk kerja ke luar negeri. Khususnya bagi mereka lulusan perguruan tinggi seperti mahasiwa USP.
“Dengan bekerja di luar negeri merupakan salah satu cara untuk memperbaiki nasib,” ungkap Murtono.
Ia mengungkapkan salah satu yang masih menjadi kendala bagi mereka yang ingin berkarir di luar negeri yaitu restu orang tua. Sebagai orang tua masih memiliki mindset , mangan rak mangan seng penting kumpul keluarga.
“Karena itu restu orang tua sangat diperlukan agar anak-anak bisa bekerja luar negeri. Kemudian setelah cukup bisa kembali untuk jadi minimal orang sukses di daerahnya,” tukasnya.